Untuk Kita Yang Pernah Bersama (For Us Who Were Together)

Di Jakarta, tahun 1989. Di antara suara sepeda BMX yang melintas di gang, kaset-kaset Queen dan Duran Duran yang diputar dari radio kecil, serta aroma nasi goreng abang langganan yang mangkal tiap sore, tumbuh tujuh sahabat yang tak terpisahkan sejak duduk di bangku SD. Mereka adalah:

Adrian Stefanus Santosa, si gitaris rumahan yang selalu bawa pick gitar ke mana-mana.
Leonardo Fransisco Hartono (Leo), si pemimpin tanpa suara, tenang dan religius.
Kevin Aloysius Darmawan, tukang gambar iseng yang cita-citanya jadi arsitek.
Rico Fernando Rusadi, si badut kelas yang jago bikin suasana hidup.
Thomas Aquinas Prasetya (Tommy), si atlet sepak bola yang populer tapi setia kawan.
Dan si kembar identik yang tak pernah bisa dipisahkan:
Clara Aurelia Tanujaya, lembut dan peka.
Carla Aurelia Tanujaya, spontan dan kuat pendirian.

Mereka melewati masa kecil dengan tawa dan air mata: main petak umpet sampai malam, ngumpet bareng saat ulangan, nongkrong di Blok M habis les sore, dan setiap Minggu pagi pergi misa bersama lalu jajan roti sobek isi cokelat di dekat gereja.

Saat menginjak SMA, mereka mulai memahami arti luka, kehilangan, dan cinta diam-diam. Clara jatuh hati pada Adrian tetapi menyimpannya dalam doa. Sementara Carla mulai menyadari bahwa cinta bisa tumbuh dari kebersamaan dari tawa-tawa kecil bersama Kevin, si pemalu yang jarang bicara tapi selalu ada.

Namun, seiring berjalannya waktu dan pilihan hidup masing-masing, mereka perlahan menjauh. Peristiwa mendadak setelah lulus SMA memisahkan mereka lebih cepat dari yang dibayangkan. Komitmen, keluarga, dan kehidupan dewasa menyeret mereka ke arah yang berbeda.

36 tahun berlalu. Tahun 2025, sebuah reuni mempertemukan mereka kembali di halaman sekolah lama mereka yang kini penuh ubin baru tapi masih menyimpan bau kenangan lama. Tawa meledak, pelukan mengalir, dan luka lama terbuka pelan-pelan.

Namun satu hal yang paling mengejutkan: Carla datang menggandeng tangan Kevin yang kini menjadi suaminya dan memperkenalkan dua anak kembar laki-laki remaja mereka.

Sementara Clara dan Adrian yang dulu diam-diam saling menyimpan rasa, hanya bisa saling tersenyum dengan ribuan kenangan yang tak sempat dituntaskan.

"Untuk Kita yang Pernah Bersama" adalah potret hangat tentang persahabatan lintas dekade, cinta pertama yang penuh kegugupan, dan bagaimana masa muda kita dengan segala kekacauannya selalu punya ruang di hati, bahkan setelah waktu dan jarak mengubah segalanya.

[Bahasa Inggris]
In Jakarta, 1989. Amid the whirring of BMX bikes passing through alleys, Queen and Duran Duran cassette tapes playing on tiny radios, and the aroma of fried rice from the local street vendor every afternoon, seven inseparable friends grew up together since elementary school. They are:
Adrian Stefanus Santosa, the home guitarist who always carries his guitar pick everywhere.
Leonardo Fransisco Hartono (Leo), the silent leader, calm and devout.
Kevin Aloysius Darmawan, the mischievous sketcher with dreams of becoming an architect.
Rico Fernando Rusadi, the class clown who brings life to any room.
Thomas Aquinas Prasetya (Tommy), the popular soccer athlete and loyal friend.
And the inseparable identical twins:
Clara Aurelia Tanujaya, gentle and sensitive.
Carla Aurelia Tanujaya, spontaneous and strong-willed.

They spent their childhood in laughter and tears: playing hide-and-seek until nightfall, sneaking around during exams, hanging out at Blok M after classes, and every Sunday morning attending Mass together, followed by chocolate-filled bread from the bakery near the church.

As high school approached, they began to understand heartbreak, loss, and secret love. Clara fell for Adrian but kept it in her prayers, while Carla slowly realized that love could grow from small moments shared with Kevin, the shy boy who rarely spoke but was always there.

However, as time passed and life choices pulled them in different directions, they gradually drifted apart. Sudden events after graduation separated them faster than they imagined. Commitments, family, and adult life swept them along separate paths.

36 years later, in 2025, a reunion brings them back to their old schoolyard, now tiled and modernized but still carrying the scent of old memories. Laughter erupts, hugs are exchanged, and old wounds slowly resurface.

The most surprising moment: Carla arrives holding hands with Kevin, now her husband, and introduces their twin teenage sons.

Meanwhile, Clara and Adrian, who once quietly harbored feelings for each other, can only smile at one another, holding thousands of untold memories in their hearts.

“For Us Who Were Together” is a warm portrait of friendship across decades, first loves filled with nervous excitement, and how our youth with all its chaos, always holds a special place in our hearts, even after time and distance have changed everything.

Komentar