Gol Terindah Untuk Bianca (Bianca's Most Beautiful Goal)

Bianca Lorraine duduk di sebuah kafe kecil di pusat kota, memandangi cappuccino yang sudah mulai dingin. Hatinya masih terasa perih setiap kali mengingat kabar yang diterimanya sebulan lalu, mantan kekasihnya yang dulu berjanji akan menikahinya, kini telah menjadi suami wanita lain.

Dia menghembuskan napas panjang, mencoba menepis rasa sakit yang menggerogoti. Namun, air mata di sudut matanya tidak bisa dibohongi.

Di sudut lain kafe itu, Jake Alexander, seorang atlet sepak bola terkenal, duduk sendirian. Tubuhnya tegap dan wajahnya dihiasi senyum tipis. Tapi senyumnya memudar ketika matanya tertuju pada Bianca. Dia mengenalnya. Bianca adalah adik dari salah satu temannya di SMA dulu.

"Bianca?" sapa Jake, menghampirinya.

Bianca mendongak, terkejut. "Jake? Kamu ngapain di sini?"

Jake tersenyum. "Latihan hari ini dibatalkan, jadi aku mampir ke kafe ini. Kamu sendiri? Kelihatannya sedang nggak baik-baik saja."

Bianca menghela napas. "Hanya lelah... dan mungkin sedikit patah hati."

Jake duduk di depannya tanpa diundang. "Mantan pacar?"

Bianca mengangguk kecil. "Dia menikah bulan lalu. Dan aku baru tahu setelah semuanya selesai."

Jake terdiam. Dia bisa melihat kesedihan yang mendalam di mata Bianca, dan tanpa sadar dia merasa ingin melindunginya.

Setelah pertemuan itu, Jake sering mengajak Bianca berbicara, baik lewat pesan singkat maupun bertemu langsung. Dia tahu Bianca butuh teman, dan entah kenapa dia merasa harus menjadi orang itu.

"Kamu tahu, Bianca, patah hati itu seperti kekalahan dalam pertandingan sepak bola," kata Jake suatu sore saat mereka berjalan-jalan di taman.

"Kenapa begitu?" tanya Bianca, sedikit penasaran.

"Rasanya memang menyakitkan, seperti dunia runtuh. Tapi kekalahan itu bukan akhir. Itu hanya awal dari permainan yang lebih besar. Kamu cuma perlu bangkit dan bermain lagi," jawab Jake dengan senyum percaya diri.

Bianca tersenyum tipis. "Kamu selalu bisa membuat segalanya terdengar mudah."

Jake tertawa. "Karena aku percaya, hidup itu seperti sepak bola. Selalu ada kesempatan kedua selama peluit akhir belum ditiup."

Lambat laun, Bianca merasa lebih nyaman berada di dekat Jake. Dia bukan hanya pria yang humoris dan perhatian, tapi juga seseorang yang tahu cara membuatnya merasa berharga lagi.

Suatu malam, Jake mengundangnya menonton pertandingan sepak bola di stadion. Bianca yang awalnya ragu akhirnya setuju.

Saat Jake mencetak gol kemenangan di menit-menit terakhir, dia berlari ke arah tribun dan melambaikan tangan ke arah Bianca, membuat semua orang di stadion bersorak.

"Itu untukmu, Bianca!" teriaknya sambil tersenyum lebar.

Bianca merasa wajahnya memerah. Tapi di balik itu, dia merasakan sesuatu yang sudah lama tidak dia rasakan yaitu kebahagiaan.

Setelah pertandingan, Jake mengajak Bianca berjalan-jalan di sekitar stadion yang mulai sepi. Udara malam terasa dingin, tapi kehadiran Jake membuat semuanya hangat.

"Aku tahu kamu masih terluka," kata Jake tiba-tiba. "Tapi aku ingin kamu tahu satu hal, Bianca. Aku ada di sini, dan aku nggak akan pergi ke mana-mana."

Bianca terdiam, matanya berkaca-kaca. "Jake, aku nggak tahu apakah aku siap untuk membuka hati lagi."

Jake menggenggam tangannya dengan lembut. "Aku nggak meminta kamu untuk siap sekarang. Aku hanya ingin ada di sini untukmu, apa pun yang terjadi."

Bianca tersenyum kecil, air mata mulai mengalir di pipinya. "Kamu tahu, Jake? Mungkin ini pertama kalinya aku merasa... aku bisa sembuh."

Jake menatapnya dalam-dalam. "Dan aku akan memastikan kamu sembuh, Bianca. Karena kamu adalah gol terindah yang pernah aku lihat."

Hari-hari berlalu, dan Bianca perlahan belajar untuk mencintai lagi. Jake selalu ada di sisinya, membuktikan bahwa dia benar-benar tulus.

Di bawah langit yang penuh bintang, Jake akhirnya memberanikan diri untuk berkata, "Bianca, aku ingin menjadi alasan senyummu setiap hari. Mau nggak kamu beri aku kesempatan itu?"

Bianca tersenyum, kali ini tanpa ragu. "Aku pikir, Jake, kamu sudah menjadi alasan itu sejak lama."

Malam itu, mereka berdua memulai sebuah perjalanan baru, bukan hanya sebagai dua orang yang saling menyembuhkan, tapi sebagai dua hati yang siap mencetak gol kemenangan bersama.

Hujan ringan mulai turun, tapi mereka tidak peduli. Di tengah dinginnya malam, Bianca dan Jake tahu bahwa mereka akhirnya menemukan satu sama lain dan itu lebih indah dari hujan, lebih bermakna dari kemenangan di lapangan.

[Bahasa Inggris]
Bianca Lorraine sat in a small café downtown, staring at her cappuccino, now lukewarm. Her heart still ached every time she remembered the news she’d received a month ago her ex-boyfriend, the one who once promised to marry her, was now someone else’s husband.

She let out a long sigh, trying to brush away the pain eating at her. But the tears welling in the corners of her eyes betrayed her.

In another corner of the café, Jake Alexander, a well-known football player, was sitting alone. His build was athletic and his face bore a faint smile. But that smile faded when his eyes landed on Bianca. He knew her. Bianca was the younger sister of one of his high school friends.

“Bianca?” Jake greeted, walking over to her.

Bianca looked up, surprised. “Jake? What are you doing here?”

Jake smiled. “Training got canceled today, so I stopped by this café. What about you? You don’t look like you’re doing too well.”

Bianca sighed. “Just tired… and maybe a little heartbroken.”

Jake sat across from her uninvited. “An ex-boyfriend?”

Bianca nodded slightly. “He got married last month. I only found out after it was all over.”

Jake fell silent. He could see the deep sadness in her eyes, and without meaning to, he felt an urge to protect her.

After that encounter, Jake often reached out to Bianca, whether through messages or meeting up in person. He knew she needed a friend and for some reason, he felt he had to be that person.

“You know, Bianca, heartbreak is kind of like losing a football match,” Jake said one afternoon as they walked through the park.

“How so?” Bianca asked, curiosity flickering in her voice.

“It hurts like the world’s crashing down. But losing isn’t the end. It’s just the beginning of a bigger game. You just need to get back up and play again,” Jake replied with a confident smile.

Bianca gave a small smile. “You always make everything sound so simple.”

Jake laughed. “Because I believe life is like football. There’s always a second chance until the final whistle blows.”

Little by little, Bianca found comfort in Jake’s presence. He wasn’t just funny and caring, he was someone who knew how to make her feel worthy again.

One evening, Jake invited her to watch a football match at the stadium. Bianca was hesitant at first, but eventually agreed.

When Jake scored the winning goal in the final minutes, he ran toward the stands and waved at Bianca, prompting a roar of cheers from the crowd.

“That one’s for you, Bianca!” he shouted with a beaming smile.

Bianca felt her cheeks flush. But beneath the blush, she felt something she hadn’t in a long time happiness.

After the game, Jake took Bianca for a walk around the now-quiet stadium. The night air was chilly, but Jake’s presence made everything feel warm.

“I know you’re still hurting,” Jake said suddenly. “But I want you to know something, Bianca. I’m here, and I’m not going anywhere.”

Bianca stayed silent, her eyes beginning to glisten. “Jake, I don’t know if I’m ready to open my heart again.”

Jake gently took her hand. “I’m not asking you to be ready now. I just want to be here for you, no matter what.”

Bianca gave a small smile, tears slipping down her cheeks. “You know what, Jake? Maybe for the first time, I feel like… I can heal.”

Jake looked deep into her eyes. “And I’ll make sure you do, Bianca. Because you’re the most beautiful goal I’ve ever seen.”

Days passed, and Bianca slowly learned to love again. Jake was always by her side, proving his sincerity with every gesture.

Under a sky full of stars, Jake finally gathered the courage to say, “Bianca, I want to be the reason behind your smile every day. Will you give me that chance?”

Bianca smiled, this time without hesitation. “I think, Jake… you’ve already been that reason for a while now.”

That night, they began a new journey, not just as two people healing each other, but as two hearts ready to score life’s winning goal together.

A light rain began to fall, but they didn’t care. In the chill of the night, Bianca and Jake knew they had found each other and that was more beautiful than the rain, more meaningful than any victory on the field.

Komentar